BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dewasa ini manusia sudah kerap terjebak pada ideologi
modern yakni materialisme.Ideologi ini berdasarkan gagasan bahwa materi,
harta atau kekayaan merupakan tolok ukur mulia tidaknya seseorang. Semakin kaya
seseorang berarti ia dipandang sebagai orang mulia dan semakin sedikit materi
atau harta yang dimilikinya berarti ia dipandang sebagai seorang yang
hina dan tidak patut dihormati. Maka di dalam sebuah masyarakat yang telah
diwarnai sikap materialisme maka imbasnya adalah setiap anggota masyarakat akan
berlomba mengumpulkan harta sebanyak mungkin dengan cara bagaimanapun, baik itu
jalan halal, syubhat maupun haram.
Dalam sebuah masyarakat berideologi materialisme semua
orang manjadi sangat iri dan berambisi menjadi kaya setiap kali melihat ada
orang berlimpah harta lewat di tengah kehidupan mereka.Kehidupan hanya
dipandang berdasarkan materi belaka.Sehingga nilai-nilai yang bersifat
imaterial dianggap sebagai suatu yang irasional seperti relegiusitas maupun
aspek-aspek nilai kemasyarakatan.
Dalam kaitannya dengan materelisme buta, Allah
menampilkan sosok Qorun yang diabadikan dalam al-Qur’an sebagai pribadi yang
amat serakah dengan harta.Tentu dibalik cerita tersebut ada maksud Allah supaya
manusia mengambil himah dibalik cerita Qarun. Sebagaimana firman Allah dalam
surat Al-Qashash.


“Maka Kami benamkanlah Karun beserta
rumahnya ke dalam bumi.Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang
menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang
dapat) membela (dirinya). Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan
kedudukan Karun itu, berkata: "Aduhai, benarlah Allah melapangkan rezki
bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hambanya dan menyempitkannya; kalau
Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan
kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari
(nikmat Allah)." (QS: Al_Qashash:81-82)
Kalau kita tengok kondisi sekarang ini, maka keadaannya sangat
mirip dengan zaman Qarun tersebut.Berbagai kemewahan tokoh kaya, selebritis,
artis, olahragawan dan pejabat dipertontonkan di televisi dan media lainnya
sehingga masyarakat berdecak kagum dan tentunya menjadi iri dan berambisi ingin
menjadi hartawan seperti mereka pula.Sedemikian kuatnya ambisi tersebut
terkadang muncullah berbagai kasus mengerikan di tengah masyarakat.Sebut saja
munculnya perdagangan bayi, penjualan organ tubuh, pelacuran, korupsi,
pencurian, perampokan.Semua dilakukan karena terbuai dengan mimpi ingin secara
instan menjadi seorang yang kaya.
Berkaitan dengan persoalan duniawi, sebuah syair indah
tertulis di mukaddimah arbain nawawi.
اِنًّ للهَ عِبَادًا فَطَنَا طَلَقُوا الدُّنْيَا وَخَافُوا الفَتَنَا
نَظَرُوا فِيهَا فَلَمَّا عَلِمُوا اِنَّهَا لَيْسَتْ لِحَيَّ وَطَنَا
جَعَلُواهَا لُجَّةً وَاتَّخَذُوا صَالِحَ الاَعْمَالِ
فِيهَا سَفَنَا
Allah memiliki
hamba-hamba yang cerdas
Mereka mencerai dunia
dan takut berbagai fitnah
Mereka
memperhatikannya lalu ketika tahu
Bahwa dunia bukan
tanah air bagi orang yang hidup
Maka mereka
menganggapnya sebagai samudra
Dan menjadikan amal
shalih mereka sebagai bahtera untuk mengarunginya.[1]
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kisah Singkat tentang Qarun

“Sesungguhnya Qarun adalah termasuk
kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah
menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh
berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya
berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri." (QS:
al_Qashash: 76)
Dari ayat tersebut jelas bahwa Qarun
merupakan salah satu kaum nabi Musa. Menurut Ibnu Ishak, Qarun adalah pamannya
Nabi Musa. Sementara menurut A'masy dan lainnya, dan pendapat ini pendapat
masyhur, Qarun adalah sepupu Nabi Musa. Ayah nabi Musa yang bernama Imran
adalah kakak dari ayah Qarun yang bernama Yashhar. Baik Nabi Musa maupun Qarun
adalah keturunan Nabi Ya'kub, karena keduanya merupakan cucu dari Laway dan
Laway adalah putra Nabi Ya'kub, saudara Nabi Yusuf, hanya berbeda ibu. Qarun
merupakan leluhur Bani Israil.Hanya, semasa hidupnya banyak memeras dan hidup
dari keringat Bani Israil.Karena itu, tidak heran apabila sebagian besar Bani
Israil sendiri membencinya.[2]
Pada awalnya Qarun adalah seorang
yang sangat shaleh, baik, senantiasa mengikuti perintah Nabi Musa, hanya saja
ia hidup dalam kemiskinan. Suatu hari ia datang menghadap Nabi Musa, agar ia
didoakan menjadi orang kaya, sehingga ibadahnya bisa lebih rajin, dan dapat
membantu saudara-saudaranya Bani Israil. Nabi Musa lalu mendoakannya, dan
dengan idzin Allah, Qarun menjadi sangat kaya raya.Ia bukan hanya sukses dalam
beternak, akan tetapi juga diangkat menjadi salah satu menteri oleh Ramses II,
yang hidup pada saat itu. Cita-citanya untuk menjadi orang kaya kini sudah
tercapai.Namun, sayang, kekayaannya telah menjadikannya lupa dan durhaka. Niat
awal agar lebih khusyu ibadah dan membantu sesama, tidak pernah ia jalani.
Qorun yang tadinya miskin tapi baik
dan shaleh, kini menjadi Qarun yang kaya raya akan tetapi sombong dan
durhaka.Saking kayanya, kunci-kunci gudang kekayaannya tidak dapat lagi dipikul
oleh mausia, tapi dibawa oleh 60 ekor unta (al-Qashash ayat 76). Qarun pernah
pamer kekayaan; ia keluar dengan pakaian yang sangat mewah, di dampingi oleh
600 orang pelayan; 300 laki-laki dan 300 lagi pelayan perempuan. Bukan hanya
itu, ia juga dikawal oleh 4000 pengawal dan diiringi oleh 4000 binatang ternak
yang sehat, plus 60 ekor unta yang membawa kunci-kunci kekayaannya. Orang-orang
yang melihat saat itu, banyak yang terkesima dan kagum. Bahkan, sebagian mereka
ada yang mengatakan: "Sungguh sangat ingin sekali seandainya bisa seperti
Qarun" (al-Qashash: 79).
Sayang, dia sombong, dia sangat pelit
dan dia sangat durhaka.Allah marah, dan seluruh kekayaannya amblas ditelah
bumi.Bagaimana kisahnya?Suatu hari Nabi Musa as diperintahkan oleh Allah untuk
mengerjakan Zakat.Nabi Musa as lalu mengutus salah seorang pengikutnya untuk
mengambil zakat dari Qarun.Begitu sampai, Qarun langsung marah, dan tidak mau
memberikan sedikitpun dari kekayaannya.Karena, menurutnya kekayaannya itu
adalah hasil kerja keras dan usaha sendiri, tidak ada kaitan dengan siapapun
juga tidak ada kaitan dengan Allah atau dewa. Dalam kaitannya dengan peristiwa
ini, Allah mencatatnya dalam al-Qashash ayat 78

“Qarun berkata: "Sesungguhnya
aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku." Dan apakah
ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat
sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta?
Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang
dosa-dosa mereka”
Kesombongan dan keserakahan Qarun
membuat Allah murka dan pada akhirnya menenggelamkannya beserta kekayaannya
dalam perut bumi.

“Maka Kami
benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi.Maka tidak ada baginya suatu
golonganpun yang menolongnya terhadap azab Allah.Dan tiadalah ia termasuk
orang-orang (yang dapat) membela (dirinya)”. (QS: al-Qashash: 81)
Tempat di mana Qarun dan seluruh
kekayaannya dibenamkan oleh Allah ke dalam bumi ini, berada di sebuah tempat
yang kini dikenal dengan sebutan Danau Qarun (Bahirah Qarun).Tidak ada satupun
kekayaan Qarun yang tersisa, selain puing-puing istananya yang sampai saat ini
masih berdiri kokoh. Istana ini mengingatkan sekaligus menjadi saksi dan
pelajaran bagi ummat sesudahnya, bahwa siapapun yang pongah, sombong dan kikir,
nasibnya akan seperti Qarun, hancur, binasa.
Sejak ditenggelamkannya Qarun dan
kekayaannya ke dalam bumi, maka sejak saat itulah sampai sekarang, setiap kali
mendapatkan harta yang berada di dalam tanah atau di dalam bumi, kita
seringkali menyebutnya dengan Harta Karun.
2.2. Hikmah dari Kisah Qarun
Sosok Qarun adalah kisah nyata yang diceritakan Allah
untuk bisa kita tarik menjadi pelajaran.Dalam dunia yang serba materialism ini
banyak orang seperti Qarun di sekitar kita.Mereka adalah orang-orang yang terbuai
dengan kenikmatan dunia dan melupakan karunia Allah yang dirizkikan kepadanya.
Boleh jadi kita pun terkena sifat qorunisme yang
berbahaya ini. Agar kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa Qarun ini, maka
kita harus senantiasa berpegangan dengan apa yang diwahyukan Allah dan juga
yang disabdakan Rasulullah.
Dalam surat al-Qashash yang mengisahkan tentang Qarun,
pelajaran yang dapat dipetik adalah bahwa manusia tidak boleh sombong dengan
harta benda yang dimiliki dan memamerkannya, tidak boleh membanggakan diri
serta tidak boleh iri terhadap harta benda yang dimiliki oleh orang lain.
Kisah Qarun tidak lebih sebuah narasi yang bercerita
tentang keserakahan terhadap dunia.Perasaan sombong, angkuh, merasa paling
hebat, iri hati adalah gambaran manusia yang menautkan diri pada hal
keduniawian.Tak salah jika Imam Ghazali mengibaratkan dunia ini seperti meja
yang membentang luas, yang disediakan bagi tamu-tamu yang datang dan pergi
silih berganti.Di atas meja tersebut terhampar piring emas dan perak, makanan,
dan minuman, yang berlimpah ruah. Tamu yang arif bijaksana makan dan minum
tidak lebih dari yang ia perlukan. Sementara orang yang bodoh, dengan rakusnya
mencoba membawa piring-piring emas dan perak hanya untuk memamerkan dirinya dan
merebut makanan dan minuman yang ada di kanan dan kirinya.[3]
Senada dengan gambaran Ghazali, nabi dalam sabdanya
menyebut harta itu hijau, sedap dipandang mata dan manis.
عن حكيم بن حزام قال : سَاْلْتُ رَسُولُ اللهِ
صعلم فَاَعْطَانِي ثُمَّ سَاْلْتُهُ فَاْعْطَانِي ثُمَّ سَاْلْتُهُ فَاَعْطَانِي ثُمَّ
قَالَ : يَا حَكِيمُ اءنّ هَذَا الْمَالُ خَضِرَةٌ فَمَنْ أَخَذَهَ بِسَخَاوَةٍ نَفْسُ
بُورِكَ لَهُفِيهِ وَمَنْ اَخَذَهُ بِاءشْرَافِ نَفْسِ لَمْ يُبَارِكْ لَهُ فِيهِ
كَاالَّذِي يَاءْكُلُ وَلَأ يَشْبُعُ .......
“ Dari Hakim
bin Hizam RA berkata: Saya pernah meminta Rasulullah maka beliau memberiku,
maka saya meminta lagi dan beliau memberiku, kemudian saya meminta lagi maka
beliau memberiku. Kemudian beliau bersabda: Hai Hakim! Harta itu hijau, sedap
dipandang mata dan manis. Barang siapa mengambilnya denga hati pemurah, Allah
akan memberinya berkah. Dan barang siapa mengambilnya dengan hati loba dan
tamak, tidak akan diperoleh berkah dari harta tersebut seperti orang yang makan
tidak pernah kenyang……( HR. Bukhari)[4]
3.3. Syukur Sebagai Solusi Tamak, Iri Hati
dan Berbangga Diri
Kesehatan, kekayaan, derajat atau kedudukan merupakan
nikmat atau karunia yang diberikan Allah kepada manusia. Tentu saja jika hal
tersebut tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya akan menghasilkan
kesia-siaan. Karena itu harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, dijadikan
sarana untuk menempuh jalan keridhaan Allah SWT.Dengan mempergunakan nikmat
Allah untuk kepentingan orang banyak termasuk realisasi dari syukur.[5]
Sementara bagi Muhammad Abduh, karunia agung yang
diberikan Allah kepada manusia adalah adanya akal.Dengan akalnya manusia
membedakan diri dari binatang.Dengan menggunakan akal pikir untuk bertafakur
kepada Allah merupakan manifestasi dari syukur. Menggunakan akal yang benar
akan meningkatkan derajat manusia tersebut.[6]

“Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS:
Ibrahim;7)
Dalam ayat lain disebutkan bahwa
segala nikmat di dunia ini merupakan karunia Allah yang diperuntukkan untuk
manusia. Harapan yang ingin disampaikan adalah supaya manusia senantiasa
bersyukur.

“Dan karena rahmat-Nya, Dia
jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan
supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu
bersyukur kepada-Nya” (QS Al-Qashash: 73)



“Dan
apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang
ternak untuk mereka yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan
kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan
binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebahagiannya menjadi tunggangan
mereka dan sebahagiannya mereka makan.Dan mereka memperoleh padanya
manfaat-manfaat dan minuman.Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?” (QS Yasiin: 71-73)
Dalam surat Yasiin diatas sangat
jelas bahwa Allah mempertanyakan sikap manusia yang enggan untuk bersyukur
padahal segala bentuk karunia yang diberikan Allah adalah untuk kepentingan
manusia tersebut. Meskipun dalam surat lain Allah menyatakan bahwa Allah tidak
membutuhkan syukur manusia melainkan untuk kebaikan diri sendiri.

“Berkatalah
seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab "Aku akan membawa singgasana itu
kepadamu sebelum matamu berkedip." Maka tatkala Sulaiman melihat
singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia
Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan
nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur
untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya
Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia." (QS: An-Naml; 40)
Namun setidaknya dengan bersyukur,
manusia akan mendapatkan ketentraman dalam hati. Dengan demikian, tidak akan
ada rasa pongah, sombong, ujub, berbangga diridan iri hati, sebab semua anugrah
yang ada di dunia ini merupakan milik Allah. Manusia hanya mendapatkan bagian
kecil dari karunia Allah yang tak terhingga.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Qarun merupakan
simbul sosok keserakahan yang dikisahkan dalam Al-Qur’an.Keserakahan terhadap
harta benda menutup kebenaran dalam diri Qarun.Ia yang sebelumnya merupakan
pribadi yang shaleh, menjadi individu yang congkak, kikir dan angkuh setelah
Allah menganugerahkan rezeki yang melimpah. Tertutupnya kebenaran dalam diri Qarun menyebabkan murka
Allah dengan menenggelamkan dirinya serta harta bendanya dalam perut bumi.
Dalam kehidupan modern ini, sifat-sifat Qarun ternyata
juga menjangkiti sebagian manusia yang tidak memiliki keteguhan iman. Keinginan
materi yang melimpah diusahan dengan berbagai cara meskipun harus bertentangan
dengan norma agama maupun nilai-nilai kesusilaan.
Untuk membentengi diri dari sifat-sifat Qarunisme, kita
harus senantiasa berpegang teguh dengan firman Allah dan juga sabda rasulullah.
Jika hal tersebut mampu diimplikasikan dalam kehidupan ini, maka jaminan
kebahagiaan dunia dan akhirat akan bisa diraih.
3.2. Kritik dan Saran
Penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari
sempurna. Karena itu, penulis membuka diri untuk menerima saran dan kritik yang
membangun untuk perbaikan ke depan.
Daftar
Pustaka
Abduh, Muhammad. Risalah Tauhid (terj). Jakarta:
Bulan Bintang. 1979.
Bin Ibrahim Huwaiti, Sayyid. Syarah Arbain Nawawi.
Jakarta: Darul Haq. 2007.
Bukhari, Imam. Shahih Bukhari. Surabaya:
Gitamedia Press. 2009.
Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung:
Diponegoro. 2005
Ghazali, Imam. Kimyaus Sa’adah (terj).
Yogyakarta: Cakrawala. 2011.
Mahali, Ahmad Mudjab. Membangun Pribadi Muslim.
Yogyakarta: Menara Kudus. 2005.
[1]Sayyid bin Ibrahim
Huwaiti. Syarah Arbain Nawawi. Jakarta: Darul Haq. Hlm. Ix.
[3] Imam Ghazali. Kimyaus
Sa’adah (terj). Yogyakarta: Cakrawala. 2011. Hlm. 53.
[4] Imam Bukhari. Shahih
Bukhari. Surabaya: Gitamedia Press. 2009. Hlm. 336.
[5] Ahmad Mudjab
Mahali. Membangun Pribadi Muslim. Yogyakarta: Menara Kudus. 2005. Hlm.
112
[6] Muhammad Abduh.
Risalah Tauhid (terj). Jakarta: Bulan Bintang. 1979. Hlm.135
Tidak ada komentar:
Posting Komentar